Gerakan “Ayo, Naik Angkutan Umum”


Di Jakarta, saya masih mengamati angkutan umum ramai disesaki penumpang. Walaupun begitu, jumlah kendaraan pribadi terus meningkat. Kualitas pelayanan dan keamanan angkutan umum masih belum memuaskan sehingga dijadikan alasan bagi sebagian warga untuk cenderung memakai kendaraan pribadi.

Di Jogja, pada tahun 2007, mobilitas saya sangat terbatas sehingga saya memutuskan membeli speda motor. Dan jumlah sepeda motor di Jogja, seperti juga di kota lain, sangat besar. Angkutan umum di Jogja identik dengan kondisi yang tidak terawat, tidak nyaman, dan yang paling penting, banyak pencopet. Jalur yang dilayani sedikit dan banyak jalur yang belum tersentuh. Baru pada awal 2008 ini saya mendengar ada proyek transportasi sejenis trans Jakarta dioperasikan di Jogja. Saya belum pernah mencobanya.

Selama sekitar 3 bulan di Medan, saya melihat jalur yang dilayani sangat luas. Beberapa jenis angkutan seperti angkutan dalam kota (di sini disebut bus), angkutan antar kota ukuran sedang, bus besar, becak motor atau becak sepeda, dan kereta api (dengan jalur terbatas) tersedia. Perilaku orang Medan dalam berkendara rasanya sudah terkenal. Seorang teman yang pernah berkunjung ke Medan mengatakan bahwa orang Medan kalau sudah pegang kemudi jadi gila. Teman saya yang lain mengatakan sebagian supir angkutan kota di Medan adalah mantan preman, mohon maklum.

Angkutan kota yang saya pakai sehari-hari di Medan hanya beberapa yaitu jalur no 44, 135, 103, dan 104. Saya hampir selalu memakai angkutan nomor 44 untuk ke kantor. Kesulitannya jika saya pulang mendekati magrib atau malam, angkutan ini menjadi langka sehingga saya harus naik dua kali. Pertama 103/104 atau nomor lain sampai ke simpang pos, lalu menyambung dengan 135 sampai ke rumah kos. Saya amati penumpang nomor 44 itu sedikit, kadang saya berteman hanya dengan tiga atau empat penumpang di dalamnya. Jika penumpang 44 semakin sedikit, mungkin tahun depan sopir atau organda setempat akan mengganti jalurnya ke jalur yang lebih ramai.

Kondisinya kurang lebih sama dengan angkutan di tempat lain. Sejauh ini belum ada gerakan naik angkutan umum secara nasional karena mungkin sudah diprediksi akan gagal. Memang akan gagal jika kondisi angkutan umum tidak dibenahi. Saya sendiri penggemar angkutan umum Jakarta (kadang lebih pas disebut besi tua karena kondisi sebagian bus kota yang mirip rongsokan). Sejak saya di Sekolah Dasar sampai lulus kuliah dan bekerja di Jakarta, angkutan umum adalah teman saya. Ia membawa saya ke tempat yang saya tuju dan seperti dapat dilihat, saya masih hidup dan belum mengalami trauma (emm, kecuali trauma naik kereta ekonomi jurusan Depok-Cikini. HP saya dicopet di sana, hiks).

Saya cinta dan menghargai angkutan umum, baik itu bus, angkutan kecil, ojek, kereta api/listrik, maupun pesawat. Baik penumpang dan pihak angkutan umum saling memerlukan. Penumpang, seperti saya, perlu lebih menghargai angkutan umum dengan membayar ongkos sesuai tarif (hahahaha, ketahuan deh kalo saya suka bayar dengan tarif sendiri). Para supir pun perlu menghargai penumpangnya dengan menurunkan mereka sesuai dengan jalur yang ditentukan, mengemudi dengan aman, dan tidak menaikkan tarif sepihak.

Peran pemerintah daerah sebatas regulasi sehingga perbaiki saja regulasi yang ada. Semoga kondisi angkutan umum di Indonesia menjadi lebih baik.

Medan, 23 Juli 2008

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.